Dia adalah yang tersisih, yang tersepikan, yang tersunyikan. Dia sederhana, bahkan lebih sederhana dari embun pagi yang menyejuk. Ketika aku melihatnya, aku merasa bahwa ada segumpalan cerita di balik sembabnya mata yang ia punya. Sepertinya deritanya begitu menganga. Entah hanya aku yang merasa begitu, atau mungkin memang sejatinya ia begitu. Dia duduk, berdiam di sebuah bangku taman yang tua. Nanar pandangannya mengisyaratkan bahwa ia sedang memendam kepedihan yang cukup dalam. Aku hanya menggeliat dengan sesekali memerhatikan polahnya.
Hatiku berbisik sendiri. Menyadari bahwa hidup ini memang terkadang membuat manusia lesu. Ada hal yang diperjuangkan lalu ditnggalkan begitu saja. Ada hal yang dipertahankan lalu dicampakkan seperti tak berharga. Ya, memang begitu. Aku menarik nafas dalam-dalam, yang terasa adalah wewangian bunga yang sedang mekar. Dan nyanyian pagi yang riuh oleh kicau burung. Setidaknya dengan mengenyam keindahan seperti ini, aku sudah merasa sebagai seseatu yang beruntung. Hei, ini gerimis..Aku berlari mencari tempat yang teduh. Dia pun begitu. Kini ia tepat di sampingku. Sambil menadahkan tangan pada rintik hujan yang jatuh, ia menatap jauh ke langit. Seperti harapannya melayang bersama hujan yang mengguyur. Aku hanya berkata dalam hati "MasyaAllah, luka apa yang sedang ia rasakan?"
"Kamu tau, cinta itu adalah luka", Dia berbicara.
Iya, dia berbicara padaku. Dia memandang ke arahku. Aku hanya diam, sepertinya ia ingin melanjutkan pembicaraan itu. Benar saja, dia kembali bergumam.
"Cinta itu adalah luka, luka yang menganga dan tersayat. Luka yang basah oleh air mata. Luka yang hilang sesaat lalu muncul lagi. Luka yang aku biarkan hidup dengan sendirinya. Luka yang aku sendiri sengsara karenanya. Adalah luka, yang ketika mengingatnya seluruh tubuhku terasa beku. Aku merasakan kematian pada sebagian tubuhku, karena itu sembab mataku tak kunjung sembuh".
" Bersabarlah, Cinta memang terkadang adalah luka bagi sebagian orang. Luka yang mampu menjadi rahmat bagi sebagian orang, karena bisa jadi itu adalah awal mula kebahagiaan orang lain. Lihatlah dirimu, dengan keelokan yang kau punya, Tuhan tidak menjadikan luka ini sia-sia untukmu. Bahkan kesabaranmu akan menaikkan derajatmu satu tingkat karenanya. Aku adalah orang yang pun merasakan luka. Karena luka itulah hingga hari ini aku senantiasa datang ke sini. Tapi, berlarut di dalamnya adalah kesalahan besar. Banyak hal yang bisa dilakukan lebih dari sekedar mengutuki cinta yang membuatmu terluka. Bangunlah!", balasku untuk menenangkannya.
Ia menatapku, kemudian berlalu seiring buyarnya rintik pagi itu. Esok hari, aku sudah tak melihatnya lagi di sini. Semoga hidupnya akan bahagia.
0 komentar:
Post a Comment