Semenjak kau beranjak dengan tidak meninggalkan jejak, hari-hari yang
terbuka bagai ruang hampa tak berpenghuni. Mungkin nadi yang berdetak ini tidak
cukup untuk memberikan semangat bagi kehidupanku, jika sebagiannya kau yang
selama ini mengisi. Selalu ku detakkan pinta kala mata mulai terbuka bahkan
ketika bulir yang tertahan ini menggelayut hendak terjun. Terjun bebas ke
bagian yang orang lain tak boleh tau tentang ini, justru kesakitan itu bermula
dari sini.
Aku yang lebam karena ditampar berkali-kali oleh kerinduan, memilih hanyut
dalam kesabaran. Bahwa bila kelak sua tak kunjung menemui kita, mungkin cinta
ini adalah teman hidup yang akan aku bawa sampai ragaku bersemanyam dalam
kerasnya tanah. Atau bahkan aku harus buru-buru membunuhnya agar tidak ada lagi
sisa kesakitan yang akan ku tanggung. Aku tersepoi bahkan oleh angin malam yang
seharusnya aku berlindung dalam pelukanmu. Kini aku diterbangkan, melayang
mencari jawaban atas kehilangan ini.
Sudahlah, jika kau ingin benar-benar pergi jatuhkan hatimu pada hatinya.
Hati yang mungkin lebih suci dari hatiku. Hati yang akan bahagia di kala aku
mengerang kesakitan. Jalanan yang berkerikil ini melukai kakiku hingga memar.
Lantaran nadamu masih terngiang di tiap-tiap pendengaranku, aku masih
menerbangkan harap. Jauh pada masa depan, jika memang tanganmu tercipta untuk
mengisi sela jari yang ku punya. Kau pasti akan berlari mencariku.
Semenjak aku kehilangan suaramu, aku bahkan kehilangan dengar. Dengar tentang
cinta yang kau ungkap. Mungkin bagimu aku tak berarti. Seperti bayang pagi yang
datang tanpa ada sedikit pesan yang aku dapatkan darimu. Aku merasa telah lama
suri.
0 komentar:
Post a Comment