Saturday, February 04, 2017

Abrar, Anakku

Bunda bilang dunia sekarang semakin buruk, banyak hal terjadi dan sedikit yang berani tegas. Begitu katanya, hari-hari dia sering membisikiku untuk kelak menjadi anak yang baik. "Jangan seperti itu nanti ya, Nak", katanya. Untuk saat ini, aku hanya bisa diam mendengar nasehat itu. Sebab perkara semacam itu sama sekali belum aku mengerti. Aku sekarang, yang baru satu tahun ini baru bisa berjalan, berlari, berbicara sepotong-sepotong, berteriak, menangis, tertawa, dan melakukan beberapa hal kecil lain seperti berlari mengejar pintu ketika pintu baru saja terbuka. Atau menunjuk ke langit apabila mendengar deru pesawat lewat.
Ya, aku memahami kekhawatiran bunda. Mengingat saat ini, dunia memang begitu mencemaskan baginya, bagi umi, dan juga abi. Kecemasan itu tentu tertuju untukku, untuk dajid, untuk kak yha dan juga untuk anak-anak lainnya. Kata bunda banyak orang tua sekarang terlalu memanjakan anaknya. Memberikan fasilitas melebihi batas umurnya, sehingga banyak anak-anak yang cepat dewasanya.
Aku tau, pasti mereka mempersiapkan banyak hal untuk menunjang pertumbuhanku. Memilih berbagai metode yang pas untuk menutrisi moralku. Karena sekarang sindrom moral adalah yang paling populer. Aku pun mulai mencemaskan diriku sejak sekarang. Semoga kelak aku bisa menjadi anak sholeh, terhindar dari ketakutan-ketakutan bunda, umi, dan abi. Tumbuh menjadi anak yang cerdas, berprestasi, berpendirian, dan bertakwa. Itu saja. Semoga Allah menjagaku, menguatkan aku menghadapi kehidupan yang semakin hari semakin mencekam ini. Aamiin.

Thursday, October 06, 2016

Yang Misteri

Aku mengartikan hidup sebagai sesuatu yang sangat misteri. Keadaan yang berubah dan berganti tanpa bisa dikendalikan. Waktu yang berlalu dan hari yang berganti, berbeda suasana di setiap keadaannya. Masih ingat dengan pengharapan-pengharapan di waktu yang lalu, yang begitu kokoh dan kuat. Namun, saat ini seolah melebur dan memudar. Apa yang harus aku lakukan dengan semua ini?. Aku yang tidak bisa mengendalikan setiap peristiwa dan alur Tuhan. Memilih menjalani, tetapi tetap menjadi sesuatu yang terpikirkan setiap saat.

Huh, terkadang ingin mengeluh capek. Capek dengan semua ini, tapi apakah pantas kata itu aku ungkapkan?
Mengapa aku harus memposisikan diri seperti menjadi orang yang tidak berTuhan. Bukankah itu adalah hal yang sangat jauh dari kebaikan. Uhmmm, saat ini, saat hati terasa jauh tak menentu, hanya mampu memohon kepadaNya untuk meneguhkan hati ini kepada pilihan yang terbaik menurutNya. Apapun itu, bukankah segala yang Ia kehendaki itu adalah yang terbaik?





Monday, August 29, 2016

Lelah

Bolehkah aku katakan bahwa aku lelah?, boleh kan?
Terkadang semua ini terasa berat, terasa membebani..
Ketika semuanya memang tidak mudah bagiku, ketika yang ku lalui selalu jalanan yang berliku..
Bolehkah aku kabarkan?
Aku merasa lelah..

Wednesday, July 27, 2016

Kita Sedang Tidak Dalam Perlombaan

Taukah, berapa banyak air mata yang telah aku guyurkan untukmu?, Berapa panjangnya jalan yang dipenuhi kerikil tajam ku lalui demi sebuah impian untuk bisa hidup bersamamu?. Hidup terkadang seperti sebuah ilusi. Ilusi yang paling ilusi, dan seperti mimpi yang paling fiktif. Hidup seperti menghirup duri-duri hingga terasa kepedihan berkepanjangan. Hidup seperti balon udara yang melayang, mengarungi cakrawala luas tanpa sayap. Siapa sangka bahwa selamanya kita akan melayang, karena bahkan bisa saja kita terhempas ke bumi. Ambruk dan hancur..luluh lalu tak bergeming tanpa kesadaran.

Bila keberadaanmu bagiku sebagai sebuah semangat hidup, adakah keberadaanku bagimu bagai sebuah pelita yang menghidupkan kembali mimpi-mimpimu yang sempat temaram?. Hingga engkau lupa bahwa engkau hampir menyerah. Seperti aku yang kemarin memutuskan untuk pergi, mencoba berlalu dari hidupmu seperti malam yang berlalu dengan membawa bintang-bintangnya. Seperti senja yang hadir sesaat untuk memberimu rembulan. Tetapi bukan pada seberapa keras kita berjuang meyakinkan banyak orang, tetapi lebih kepada seberapa yakin kita untuk bertahan bahwa cinta memanglah alasan mengapa sampai saat ini kita memilih melaju bersama di jalan ini. Dan kita bukanlah orang yang serta merta membuang harapan kepada Sang Maha Cinta. Karena kekuatan dariNya lah, kita mampu berdiri kokoh hingga saat ini. Jika tidak, mungkin kita sudah akan melapuk dan hancur sebagai seseorang yang berputus asa.

Banyak hal dalam hidup ini yang bisa kita ambil menjadi sebuah pelajaran. Pelajaran yang sangaaaaat berharga, hingga kelak bila menua itu adalah sesuatu yang akan berlangsung dengan cepat, kita adalah orang yang telah mempunyai senjata berupa pengalaman sebagai guru. Banyak hal yang orang tidak pahami tentang perjalanan kita, karena mereka hanyalah penonton yang menyaksikan luarnya saja. Namun, kita..kita adalah lakon, yang menjalani, yang mengalami, yang menghadapi. Tidak ada yang lebih paham tentang semua ini daripada kita sendiri. Mereka hanya tidak tau bagaimana terjalnya jalan ini, bagaimana gontainya langkah ini demi meraih sebuah kebahagiaan.

Kelak bila semua berbalik mendukung visi misi kita, maka aku adalah orang yang akan menggenggam tanganmu selamanya. Sebagai sesuatu yang engkau perjuangkan, sebagai sesuatu yang engkau pertahankan, bagaimana mungkin aku akan membiarkan hidupmu menderita bersamaku. Engkau adalah mutiara dari dasar laut terdalam yang aku gapai hanya dengan sirip yang kecil. Aku belum mampu menembusmu hingga ke bagian paling dalam itu.  Tetapi ini hanyalah masalah waktu, yang katanya "Ini bukanlah sebuah kompetisi siapa yang paling cepat, tapi ini adalah sebuah perjalanan yang menghargai proses" . Ya, seperti itulah kiranya. Kita sedang tidak dalam perlombaan, kita sedang berada dalam lingkaran hidup dengan perjalanan yang telah diaturkanNya untuk kita. 
***

Friday, July 15, 2016

Mimpi

Sekelumit kisah pagi, kala temaram yang berlalu meninggalkan bekas embun bening nan sejuk. Aku masih terperangkap oleh mimpi semalam. Mimpi yang membuatku terpaku lalu luluh dengan tamparan kenyataan yang hadir seperti anak panah yang membuang diri dari busurnya. Mimpi yang indah yang melahirkan petaka di kenyataan. Lalu kemana arah yang harus aku tuju, sedang mimpi ini masih menjerat hari-hariku dengan sangat erat?

Monday, July 04, 2016

Madinatur Rasul

"Tala'al badru 'alaina,min tsaniyyatil wada'..wajabassyukru 'alaina,maa da'a lillahi da'..ayyuhalmab'u tsufiina,ji'tabil amril mutha'"
"Bulan purnama muncul di hadapan kita,dari jalan di sela-sela bukit Wada'. Kita wajib bersyukur karenanya,apa yang dia serukan sebagai seorang da'i adalah untuk Allah.wahai orang yang di utus kepada kami,engkau telah membawa perkara yang ditaati"
Syair ini sering kita dengarkan bukan,ternyata kisahnya adalah ketika Rasulullah diizinkan oleh Allah untuk berhijrah ke Madinah ketika Abu Jahal dan kaum Quraisy berniat untuk mengusir,menganiaya,bahkan membunuh beliau yang disertai dengan pengaruh iblis yang menyerupai laki2 tua.setelah perjalanan panjang dilalui oleh Rasulullah,maka setelah selesai sholat Jum'at Rasulullah memasuki kota Madinah. Sejak saat itulah kota Yastrib dinamakan dengan Madinatur Rasul (kota Rasulullah) yang kemudian diungkapkan dengan Madinah. Pada hari itu,rumah dan jalan bergemuruh dengan pekikan tahmid dan takdis, lalu putri-putri kaum Anshar menyanyikan bait-bait puisi di atas sebagai ekspresi keriangan dan kegembiraan menyambut kedatangan panji islam,amirul mukminin,sang pelita islam pembawa kabar gembira bagi umat muslim..
Subhanallah..

Wednesday, June 22, 2016

Bersabarlah!

 
Betapa Allah menjadikan Islam itu terasa indah bagi pemeluknya. Bahwa setiap keadaan yang dijalani adalah yang terbaik pilihan dariNya. Bahkan ketika manusia bertemu kehilangan atau sesuatu yang ia senangi luput darinya, tetap saja Allah merencanakan banyak kebaikan di balik itu semua.
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).
Begitulah Allah memuliakan seorang muslim, sehingga kenikmatan dan ketiadaan pun menjadi baik baginya ketika ia mampu bersyukur dan bersabar.
"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Q.S. Al-Baqarah: 153).
Bahwa sesungguhnya Allah senantiasa menyertai orang-orang yang sabar jiwanya ketika Allah memberinya ujian. Bahwa pertolongan Allah meliputi segala sesuatu. Tidak ada satu pun manusia yang mampu berlepas diri dari masalah di dunia ini. 
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (ujian) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat" (Q.S. Al-Baqarah: 214).

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?" (Q.S. Al-Ankabut: 2).

Maka, ketahuilah bahwa orang-orang yang beriman adalah orang yang diuji oleh Allah. Di antara orang beriman yang kelak akan mendapatkan keutamaan dan kemuliaan dari Allah adalah mereka yang apabila diuji tumbuh lah kesabarannya dan apabila diuji dengan kesenangan dan kenikmatan tumbuhlah rasa syukurnya. Hingga ia benar-benar merasa bahwa segala hal yang ia miliki hanyalah titipan belaka. 

"Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan." (Q.S. Ali Imran: 109).

Oleh sebab itu, tidak patut rasanya bila manusia memandang rendah manusia lain. Jangankan harta, jabatan, dan anak-anak bahkan diri kita sendiri adalah kepunyaanNya. Kepunyaan yang bisa diambil kembali kapan saja dan di mana saja oleh Allah. Tidak patut bagi manusia menyombongkan diri dengan mengatakan "Aku lebih baik darinya" atau "Aku lebih kaya darinya"  hingga benar-benar ia menghinakan manusia lain dengan jabatan dan kekayaan yang ia miliki. 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim “ (QS. Al-Hujuraat :11).

Menyadari eksistensi diri itu lebih baik agar senantiasa kita merasa bahwa kita tidak lebih baik dari orang lain. Agar apa-apa yang kita lakukan tidak mengenal kata lelah dan menyerah sehingga senantiasa mencari jalan hikmah dari setiap kejadian, apakah buruk atau baik. Jika semua perkara telah dikembalikan kepadaNya di saat telah dijalani sabar, tawakkal, sholat, dan doa memohon petunjuk, insyaAllah kebaikan akan meliputi masing-masing jiwa yang sabar tersebut. Bukankah sudah dikatakan, akan ada kemudahan setelah kesulitan?

"Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu, ada kemudahan." (Q.S. Al-Insyirah: 5).


****


 

Saturday, June 18, 2016

Gelora Muda Jiwa-jiwa Rapuh



Pernah suatu ketika, saat semua terasa putih tidak pernah terlintas akan ada hitam dan kemudian semua berubah menjadi abu-abu. Karena terlalu kerdilnya logika, namun perasaan dibiarkan merambat hingga memenuhi rongga dada. Seharusnya aku menyisakan sedikit ruang untuk membaca kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nun jauh di masa depan. Apalah daya, keberlaluan ini semakin membuatku terhujam oleh pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi penyesalanku sendiri. Mengapa? Mengapa aku begitu mudah membiarkan hatiku merapuh dengan bayang-bayang cinta yang kau tawarkan?
Kelam yang beranjak dan siang yang telah terbuka. Aku masih gontai dalam harapan yang belum sempat ku padamkan. Lalu membunuhnya satu persatu, bagai aku mencabut nyawa-nyawa cinta yang tengah menggeliat hidup di sini. Entah bagaimana caranya agar semua mampu terlihat biasa, karena tanpamu aku belum pernah bisa biasa. Barangkali hidup ingin mengajariku tentang arti sebuah penantian, walaupun mungkin penantian ini tak kunjung menemui sebentuk sua. Tetapi, paling tidak aku telah berdiri sebagai seseorang yang menang. Menang dalam hal mencintaimu dengan kesederhanaan, sebagai sesuatu yang menerimamu apa adanya.
Geliat kesedihan pernah memenuhi hari-hariku tatkala kabar yang datang bagai petir yang membawa hujan deras. Berkali-kali aku menghaturkan istighfar, betapa aku telah menyuburkan sesuatu yang Tuhan ku pun tidak menyarankan itu. Gelora muda jiwa-jiwa rapuh bagai dendelion yang berterbangan di atas bukit. Yang mengikut kemana arah angin melaju. Pun seperti pohon ilalang yang selalu riuh kala diterpa angin, meskipun hanya dengan sekali desiran saja.
Ah, sudahlah. Hatiku yang terenyak pada kenyataan pahit ini harus ku-gula-i lagi agar ia menjadi seperti kopi yang manis. Kelam dan pekat yang nampak, namun manis bila dirasakan. Yah, seperti putih yang bertemu dengan hitam lalu berubah menjadi abu-abu. Hidup memang tak selamanya putih, tak selamanya hitam, pun tak selamanya abu-abu. Segala yang ada mempunyai kadar masing-masing, ketika kadarnya telah hilang maka perlahan ia pun akan berganti dengan sendirinya.

*****

Thursday, June 16, 2016

Genggaman yang Meregang dalam Tautannya




Kembalilah, pada jalan-jalan yang telah kita ukir
Pada mimpi-mimpi yang telah kita bingkai
Pada hari esok yang telah kita bayangkan akan menjadi kumpulan harmoni indah
Tempat bersatunya nada dan melodi kita yang menggelombang
Kembalilah pada senyum yang terpancar
Kala genggaman yang mulai meregang dalam tautannya..
Dalam huniannya yang tetap hangat
Namun hampir runtuh oleh deburan ombak
Lalu, arah ini tidak tau kemana hendak dihadapkan
Lajuku mulai menurun
Seiring gelapnya malam menyergap senja hari itu..

Bayi Yatim itu, Rasulullah



Tak seorang pun yang bersedia mengambilnya sebagai anak susuan. Karena ketika itu, dia adalah seorang yang yatim. Dalih-dalih karena beliau adalah seorang yang yatim, maka imbalan apa yang bisa diharapkan oleh perempuan-perempuan itu (rombongan wanita penyusu bayi) darinya. Sedangkan kala itu tak ada yang diharapkan oleh wanita-wanita itu kecuali imbalan harta dari orang tua bayi. Penolakan demi penolakan terjadi hingga sang kakek memutuskan untuk memboyongnya kembali pulang tanpa memperoleh seorang ibu susuan.
“Demi Allah, aku tidak akan pulang tanpa membawa seorang bayi susuan”, seru seorang wanita penyusu bayi kepada suaminya.
“Aku akan pergi ke rumah bayi yatim itu dan mengambilnya sebagai anak susuan”, kembali ia berkata.
“Lakukanlah! Semoga Allah menjadikan kehadirannya di tengah-tengah keluarga kita sebagai sesuatu yang membawa berkah”, jawab sang suami.
Ia pun kembali membawa bayi yatim itu menuju tunggangannya. Ketika bayi itu dibaringkan di pangkuannya, seolah kedua payudaranya begitu ingin menyusuinya. Bayi itu pun menyusu hingga kenyang, begitu juga dengan bayinya sendiri yang pun ikut menyusu hingga kenyang. Lalu suaminya beranjak memeriksa keledai betina kurus yang sebelumnya mereka tunggangi untuk berangkat mencari bayi susuan. Tak diyana, didapati bahwa keledai itu kini telah berisi susunya hingga keduanya pun bisa meminum susunya hingga kenyang.
Begitu lah Allah menjadikannya rahmat bagi semesta alam. Buah hati Aminah dan Abdullah. Cucu dari Abdul Muthalib dan anak keturunan dari bani Hasyim. Dialah sosok yang dipilihkan oleh Allah menjadi penerang bagi umat Islam di dunia, pembawa kabar gembira, yang jujur lagi amanah. Hingga suatu pagi berkatalah suami dari perempuan itu,
“Demi Allah, tahukah engkau wahai Halimah? Engkau telah mengambil manusia yang diberkahi.”
“Demi Allah, aku pun berharap demikian wahai suamiku.”
Mereka pergi menunggangi keledainya dengan membawa serta Rasulullah kecil. Mereka mendapati keledai betina yang kurus itu mampu menempuh jarak melebihi jarak yang sanggup ditempuh oleh unta-unta yang lain. Maka takjublah para wanita itu. Hingga kemudian mereka melempari Halimah dengan pertanyaan-pertanyaan
“Wahai Halimah, putri Abu Zuaib, bukankah ini keledai yang dulu engkau tunggangi ketika pergi?”
“Benar, Demi Allah, inilah keledainya”, jawab Halimah.
Hingga sampailah mereka di sebuah kampung yang kala itu, tidak ada bumi Allah yang lebih tandus dari itu. Namun, kambing-kambingnya tampak kenyang dan banyak air susunya. Lalu mereka pun memerahnya dan meminum air susunya hingga kenyang, padahal tak satu pun kambing dari orang-orang di sana yang ada air susunya bahkan setetes.
Demikianlah nikmat yang diturunkan Allah kepada Halimah dengan kehadiran Rasulullah di tengah keluarga mereka. Seorang bayi yatim yang kala itu tak ada yang ingin mengambilnya sebagai anak susuan. Begitulah Allah menurunkan keberkahan bagi hamba yang ia kehendaki. Maha besar Allah, dengan segala nikmatNya.
*****

Wednesday, June 15, 2016

Luka

Dia adalah yang tersisih, yang tersepikan, yang tersunyikan. Dia sederhana, bahkan lebih sederhana dari embun pagi yang menyejuk. Ketika aku melihatnya, aku merasa bahwa ada segumpalan cerita di balik sembabnya mata yang ia punya. Sepertinya deritanya begitu menganga. Entah hanya aku yang merasa begitu, atau mungkin memang sejatinya ia begitu. Dia duduk, berdiam di sebuah bangku taman yang tua. Nanar pandangannya mengisyaratkan bahwa ia sedang memendam kepedihan yang cukup dalam. Aku hanya menggeliat dengan sesekali memerhatikan polahnya.
Hatiku berbisik sendiri. Menyadari bahwa hidup ini memang terkadang membuat manusia lesu. Ada hal yang diperjuangkan lalu ditnggalkan begitu saja. Ada hal yang dipertahankan lalu dicampakkan seperti tak berharga. Ya, memang begitu. Aku menarik nafas dalam-dalam, yang terasa adalah wewangian bunga yang sedang mekar. Dan nyanyian pagi yang riuh oleh kicau burung. Setidaknya dengan mengenyam keindahan seperti ini, aku sudah merasa sebagai seseatu yang beruntung. Hei, ini gerimis..Aku berlari mencari tempat yang teduh. Dia pun begitu. Kini ia tepat di sampingku. Sambil menadahkan tangan pada rintik hujan yang jatuh, ia menatap jauh ke langit. Seperti harapannya melayang bersama hujan yang mengguyur. Aku hanya berkata dalam hati "MasyaAllah, luka apa yang sedang ia rasakan?"
"Kamu tau, cinta itu adalah luka", Dia berbicara.
Iya, dia berbicara padaku. Dia memandang ke arahku. Aku hanya diam, sepertinya ia ingin melanjutkan pembicaraan itu. Benar saja, dia kembali bergumam.
"Cinta itu adalah luka, luka yang menganga dan tersayat. Luka yang basah oleh air mata. Luka yang hilang sesaat lalu muncul lagi. Luka yang aku biarkan hidup dengan sendirinya. Luka yang aku sendiri sengsara karenanya. Adalah luka, yang ketika mengingatnya seluruh tubuhku terasa beku. Aku merasakan kematian pada sebagian tubuhku, karena itu sembab mataku tak kunjung sembuh".
" Bersabarlah, Cinta memang terkadang adalah luka bagi sebagian orang. Luka yang mampu menjadi rahmat bagi sebagian orang, karena bisa jadi itu adalah awal mula kebahagiaan orang lain. Lihatlah dirimu, dengan keelokan yang kau punya, Tuhan tidak menjadikan luka ini sia-sia untukmu. Bahkan kesabaranmu akan menaikkan derajatmu satu tingkat karenanya. Aku adalah orang yang pun merasakan luka. Karena luka itulah hingga hari ini aku senantiasa datang ke sini. Tapi, berlarut di dalamnya adalah kesalahan besar. Banyak hal yang bisa dilakukan lebih dari sekedar mengutuki cinta yang membuatmu terluka. Bangunlah!", balasku untuk menenangkannya.
Ia menatapku, kemudian berlalu seiring buyarnya rintik pagi itu. Esok hari, aku sudah tak melihatnya lagi di sini. Semoga hidupnya akan bahagia.


Tuesday, June 14, 2016

Semenjak



Semenjak kau beranjak dengan tidak meninggalkan jejak, hari-hari yang terbuka bagai ruang hampa tak berpenghuni. Mungkin nadi yang berdetak ini tidak cukup untuk memberikan semangat bagi kehidupanku, jika sebagiannya kau yang selama ini mengisi. Selalu ku detakkan pinta kala mata mulai terbuka bahkan ketika bulir yang tertahan ini menggelayut hendak terjun. Terjun bebas ke bagian yang orang lain tak boleh tau tentang ini, justru kesakitan itu bermula dari sini.
Aku yang lebam karena ditampar berkali-kali oleh kerinduan, memilih hanyut dalam kesabaran. Bahwa bila kelak sua tak kunjung menemui kita, mungkin cinta ini adalah teman hidup yang akan aku bawa sampai ragaku bersemanyam dalam kerasnya tanah. Atau bahkan aku harus buru-buru membunuhnya agar tidak ada lagi sisa kesakitan yang akan ku tanggung. Aku tersepoi bahkan oleh angin malam yang seharusnya aku berlindung dalam pelukanmu. Kini aku diterbangkan, melayang mencari jawaban atas kehilangan ini.
Sudahlah, jika kau ingin benar-benar pergi jatuhkan hatimu pada hatinya. Hati yang mungkin lebih suci dari hatiku. Hati yang akan bahagia di kala aku mengerang kesakitan. Jalanan yang berkerikil ini melukai kakiku hingga memar. Lantaran nadamu masih terngiang di tiap-tiap pendengaranku, aku masih menerbangkan harap. Jauh pada masa depan, jika memang tanganmu tercipta untuk mengisi sela jari yang ku punya. Kau pasti akan berlari mencariku.
Semenjak aku kehilangan suaramu, aku bahkan kehilangan dengar. Dengar tentang cinta yang kau ungkap. Mungkin bagimu aku tak berarti. Seperti bayang pagi yang datang tanpa ada sedikit pesan yang aku dapatkan darimu. Aku merasa telah lama suri.
 

Lembar Sajak Template by Ipietoon Cute Blog Design